
Sejarah Desa Beran, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, hingga kini belum memiliki catatan resmi yang bisa dijadikan referensi pasti. Tidak ditemukan petilasan atau peninggalan fisik yang bisa digunakan untuk menelusuri awal mula berdirinya desa ini. Namun, masyarakat setempat masih mewarisi kisah-kisah tutur dari generasi ke generasi yang dijadikan acuan asal-usul desa.
Secara geografis, Desa Beran terletak di jalur alternatif yang menghubungkan Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Jalur ini telah dilalui sejak ratusan tahun silam dan diperkuat dengan keberadaan pohon-pohon asam besar yang dahulu tumbuh di sepanjang kanan kiri jalan. Seiring pembangunan, pohon-pohon tua itu ditebang dan diganti dengan taman sebagai bagian dari penataan tata ruang kota.
Tokoh masyarakat Desa Beran, Suwondo, menjelaskan bahwa kisah sejarah desa ini erat kaitannya dengan kondisi geografis dan penamaan dusun-dusun yang ada saat ini. Narasi yang berkembang menyebut adanya seorang tua berjenggot yang menjadi pelopor penamaan beberapa wilayah di sepanjang Sungai Madiun.
“Kami meyakini bahwa awal mula Desa Beran dimulai dari Dusun Jenggot, dinamai karena adanya sosok tua berjenggot panjang yang tinggal di bantaran Sungai Madiun,” ujar Suwondo.
Dari Dusun Jenggot, sosok tersebut melakukan perjalanan menyusuri Sungai Madiun ke arah timur dan menemukan lokasi miring yang kemudian disebut Dusun Wareng. Ia melanjutkan perjalanan hingga tiba di tempat becek atau balong, yang sekarang dikenal sebagai Dusun Balong. Tidak berhenti di sana, sang pelopor lalu menemukan hamparan tanah luas dengan sumber air, wilayah yang sekarang disebut Beran.
Tokoh muda desa, Herlambang, menuturkan bahwa Beran terbagi menjadi dua dusun, yaitu Beran I dan Beran II, yang dipisahkan oleh Sungai Ketonggo. “Dulu wilayah ini sangat luas, hingga akhirnya dibagi untuk keperluan administratif menjadi dua bagian,” ujar Herlambang.
Perjalanan sang tokoh berjenggot dilanjutkan menuju wilayah yang kini menjadi Dusun Ingasrejo. Wilayah ini dulunya ditumbuhi banyak pohon ingas yang saling menggandeng atau gancet. Seiring waktu, nama Ingasrejo sempat diubah menjadi Dukuhan, namun kemudian dikembalikan ke nama semula untuk menghormati sejarah.
Menurut Suwondo, perjalanan orang tua itu juga menghasilkan penamaan Karangrejo yang dahulu disebut Kembangan. “Dia menemukan lokasi batuan karang dengan banyak bunga yang tumbuh subur, sehingga dulunya disebut Kembangan sebelum berubah jadi Karangrejo,” jelas Suwondo.
Dalam perjalanan kembali ke Dusun Jenggot, sang tokoh melintasi daerah tikungan yang terdapat balok-balok besar dan wilayah itu kemudian dinamakan Dusun Belukan. Tak lama, ia juga menemukan dataran yang menjorok diapit dua sungai besar. Lokasi ini kini dikenal sebagai Dusun Pojok, menandai akhir perjalanan tokoh tersebut.
Kepala Desa Beran saat ini, Agus Supriyadi, S.Sos., menjelaskan bahwa seluruh kisah tersebut masih diyakini sebagai bentuk identitas lokal yang tak lekang oleh waktu. “Dari cerita itu, kita mengenal pembagian wilayah Desa Beran menjadi sembilan dusun yang masing-masing punya sejarah unik,” ungkap Agus Supriyadi.
Kesembilan dusun yang ada di Desa Beran antara lain Dusun Jenggot, Wareng, Balong, Beran I, Beran II, Ingasrejo, Karangrejo, Belukan, dan Pojok. Nama-nama tersebut tercipta dari kondisi geografis dan pengalaman leluhur yang berkeliling wilayah sepanjang Sungai Madiun. Hingga kini, pembagian wilayah itu masih digunakan sebagai dasar administrasi desa.
Dalam sejarah kepemimpinan, Desa Beran telah dipimpin oleh sepuluh orang kepala desa. Pemimpin pertama tercatat bernama Adi Kawiyo yang menjabat dari tahun 1957 hingga 1977. Setelah itu, kepemimpinan dilanjutkan oleh beberapa tokoh lain, termasuk dua kali masa jabatan Supriadi, S.H., hingga sekarang di bawah kepemimpinan Agus Supriyadi, S.Sos.
Dengan narasi sejarah yang unik, masyarakat Desa Beran berupaya menjaga nilai-nilai lokal sembari membuka diri terhadap kemajuan zaman. Pemerintah desa juga berharap agar sejarah lisan ini dapat didokumentasikan agar tidak hilang ditelan waktu.